Pengertian Asuransi
Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992
Tertanggal 11 Februari 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU asuransi) dikatakan
bahwa: Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian yang terjadi di antara dua
pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak
tertanggung dengan cara menerima sejumlah premi asuransi untuk memberikan
layanan penggantian kepada tertanggung akibat adanya kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung akibat terjadinya suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang dilakukan karena
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Bisakah Meminta
Kembali Uang Asuransi Kecelakaan Mobil? Jika saya tidak
pernah mengalami kecelakaan?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, menurut kami
pemerintah kurang memberikan perhatian terhadap perasuransian di Indonesia. Hal
tersebut terbukti dengan kurangnya peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang perasuransian di Indonesia. Pemerintah kita lebih memfokuskan diri
hanya sebatas pada dunia usaha asuransi dibandingkan asuransi itu sendiri.
Pada dasarnya,
asuransi adalah bentuk lain dari suatu perjanjian antara Tertanggung (dalam hal
ini Saudara) dengan Perusahaan Penanggung (Perusahaan Asuransi), sebagaimana
diatur dalam Pasal
246 KUHD, yang menyatakan:
”Asuransi atau pertanggungan
adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak
tertentu...”
Dikarenakan
Asuransi adalah suatu perjanjian oleh karena itu harus dibuatkan secara
tertulis dalam suatu akta yang dinamakan Polis, sebagaimana diatur dalam Pasal 255 KUHD, yang
menyatakan:
”Suatu pertanggungan harus
dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis.”
Adapun
yang dapat dijadikan objek asuransi sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat 2 UU No. 2 Tahun
1992 tentang Usaha Perasuransian,
yang menyatakan:
“Obyek Asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan
raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya
yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya.”
Dalam
Polis Asuransi harus memuat tentang kapan tutupnya (berakhirnya) Asuransi
antara Tertanggung dengan Penanggung, apa yang diasuransikan, bahaya (risiko)
yang akan ditanggung oleh si Penanggung terhadap barang yang dipertanggungkan,
jumlah uang yang akan diterima oleh si tertanggung dari si penanggung apabila
resiko (bahaya) terjadi di kemudian hari. Hal tersebut diatur dalam Pasal 256 KUHD, yang
menyatakan:
“Setiap polis, kecuali
yang mengenai suatu pertanggungan jiwa, harus menyatakan :
1. Hari ditutupnya
pertanggungan;
2. Nama orang yang menutup
pertanggungan atas tanggung sendiri atau atas tanggungan seorang ketiga;
3. Suatu uraian yang cukup
jelas mengenai barang yang dipertanggungkan;
4. Jumlah uang untuk berapa
diadakan pertanggungan;
5. Bahaya-bahaya yang
ditanggung oleh si penanggung;
6. Saat pada mana bahaya mulai
berlaku untuk tangungan si penanggung dan saat berakhirnya itu;
7. Premi pertanggungan
tersebut, dan
8. Pada umumnya, semua keadaan
yang dikira penting bagi si penanggung untuk diketahui, dan segala syarat yang
diperjanjikan antara para pihak.
Polis tersebut harus
ditandatangani oleh tiap-tiap penganggung.”
Tujuan pertanggungan (asuransi) bagi si tertanggung bukan untuk mencari keuntungan atau
investasi juga tidak dapat dipersamakan dengan tabungan (simpanan). Prinsip
dasar dari Asuransi adalah untuk mengurangi beban risiko kerugian atas
suatu bahaya yang kemungkinan terjadi di kemudian hari. Atau dengan kata lain
membagi beban risiko kerugian atas suatu bahaya yang mungkin terjadi di
kemudian hari kepada pihak lain yakni Perusahaan Asuransi.
Dengan
demikian, apabila bahaya atau risiko yang pertanggungkan tidak terjadi
hingga berakhirnya polis, maka si tertanggung tidak dapat menuntut kembali
premi yang sudah dibayarkan kepada si Penanggung. Saran Kami, karena perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya (lihat Pasal 1338 KUH
Perdata),maka sebaiknya Saudara membaca dengan teliti Polis
Asuransi tersebut. Apabila dalam polis tidak diatur hak untuk meminta kembali
uang pembayaran premi, maka secara hukum Saudara tidak dapat menuntut
kembali premi yang sudah Saudara bayar atas asuransi tersebut.
Sumber
:
0 komentar:
Posting Komentar