Rabu, 11 April 2018

Contoh Kasus Perlindungan Konsumen


Pengertian Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen menurut Undang-undang No.8 tahun 1999 adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Perundang - Undangan Mengenai Perlindungan Konsumen

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:

1.Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat  (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
2.Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821.
                                                                                                                                        Berikut adalah pasal-pasal dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang  berhubungan dengan kasus diatas serta jalan penyelesainnya :

Ø  Pasal 2 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Ø  Pasal 3 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Ø  Pasal 4 (c) UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Ø  Pasal 7  ( b dan d ) UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat
4. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
5. Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional
6. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
7.Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen-Swadaya Masyarakat
8. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
9. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen


Contoh Kasus :

Telanjur Beli Viostin DS, Konsumen Berhak Dapat Ganti Rugi

Liputan6.com, Jakarta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menanggapi soal suplemen Viostin DS dan Enzyplex yang sudah ditarik izin edarnya karena positif mengandung DNA babi.

Penarikan ini sebagai sanksi terhadap produsen obat, PT Pharos Indonesia, yang memproduksi Viostin DS dan PT Mediafarma Laboratories, yang memproduksi Enzyplex.
Walaupun sudah ditarik dari peredaran, ada konsumen yang telanjur membeli dua suplemen tersebut. Bagi konsumen yang telanjur membeli Viostin DS dan Enzyplex, ada hal penting yang harus dipahami.

"Sebenarnya, konsumen yang sudah telanjur membeli produk suplemen bisa mendapatkan ganti rugi atau kompensasi. Sudah jadi hak konsumen untuk mendapatkannya," kata Ketua YLKI, Tulus Abadi, saat konferensi pers "Tindak Lanjut Terhadap Temuan Produk Viostin DS dan Enzyplex" di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Jakarta, Senin (5/2/2018).

Lebih lanjut, Tulus mengungkapkan, betapa penting melakukan pengawasan ketat pre market (sebelum beredar) dan post market (setelah beredar).
Hal ini dilakukan untuk melindungi konsumen sekaligus kejadian seperti Viostin DS dan Enzyplex agar tidak terulang terjadi.

Temuan adanya kandungan DNA babi pada Viostin DS dan Enzyplex diketahui dari pengawasan produk setelah beredar (post-market). Hasil pengujian tersebut berbeda saat produk melalui tahap belum beredar (pre-market).

Produsen pun tidak mencantumkan label "Mengandung Babi" pada produknya."Di produk tidak ada label yang menyebut, 'Mengandung babi.' Kalau tidak ada label seperti itu kan berarti halal. Tapi (faktanya) ternyata mengandung DNA babi," tambah Tulus.

Dalam hal ini, informasi produk suplemen tersebut tidak sesuai label dan kandungan bahan di dalamnya. Informasi awal dari evaluasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, bahan baku pada dua produk suplemen bersumber dari sapi.


Solusi kasus tersebut :

Solusi yang dapat saya sampaikan mengenai kasus di atas,menurut saya seharusnya BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) lebih memperhatikan lagi produk-produk yang beredar, jangan sampai kasus Viostin DS terulang lagi karena merugikan para konsumen. Dan seharusnya BPOM melakukan pengawasan dan seleksi yang lebih ketat dalam pemberian izin sebelum sebuah produk siap untuk di pasarkan menjadi point utama dalam upaya melindungi para konsumen.








Referensi :


0 komentar:

Posting Komentar